Prof. Gabriel Lele Dikukuhkan sebagai Guru Besar: Tegaskan Peran Demokrasi dalam Kebijakan Publik

advanced divider

Yogyakarta, 5 Juni 2025 — Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali mencatatkan tonggak penting dalam khazanah keilmuan dengan dikukuhkannya Prof. Dr. Phil. Gabriel Lele, S.IP., M.Si., dosen Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik (DMKP) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) UGM, sebagai Guru Besar dalam bidang Tata Kelola Kebijakan Publik. Acara pengukuhan berlangsung di Balai Senat UGM dan dihadiri oleh sivitas akademika, keluarga, serta tamu undangan.

Prof. Gabriel Lele lahir di Flores pada tahun 1974. Ia menempuh pendidikan sarjana di bidang Hubungan Internasional di FISIPOL UGM, dan melanjutkan studi magister di bidang Administrasi Negara di fakultas yang sama. Gelar doktor ia raih dari Crawford School of Economics and Government, Australian National University, dengan spesialisasi Policy and Governance. Dalam kiprah akademiknya, Prof. Gabriel pernah menjabat sebagai Ketua Pusat Pengembangan Kapasitas dan Kerjasama FISIPOL UGM, serta Wakil Dekan Bidang Penelitian, Kerja Sama, dan Alumni. Saat ini, ia menjabat sebagai Koordinator Bidang Sosial dan Politik di Pusat Studi Energi UGM dan Ketua Program Studi Sarjana Manajemen dan Kebijakan Publik. Dalam lima tahun terakhir, ia telah menerbitkan 13 publikasi terpilih.

Dalam pidato pengukuhannya yang berjudul “Democracy Beyond Election: Kebijakan Publik Agonistik sebagai Agenda Transformasi”, Prof. Gabriel menekankan pentingnya kebijakan publik sebagai ruang hidup demokrasi yang tak boleh berhenti pada prosedur elektoral semata. “Kebijakan publik harusnya menjadi arena di mana demokrasi pasca pemilu atau demokrasi beyond election dipraktekkan,” tegasnya.

Menurut Prof. Gabriel, demokrasi harus dijalankan dalam kebijakan publik yang mengakui konflik sebagai elemen vital dalam masyarakat plural. Ia menawarkan pendekatan agonistik sebagai perspektif baru yang menempatkan keberagaman, kontestasi, dan perbedaan sebagai fondasi kebijakan yang sehat dan berkeadilan. “Tradisi ini berangkat dari dan bertumpu pada dua pilar dasar demokrasi, yaitu kebebasan dan kesetaraan,” ujarnya dalam pidato reflektif yang juga menjadi kritik terhadap praktik kebijakan publik kontemporer di Indonesia.

Ia menyoroti tiga kecenderungan patologis dalam praktik kebijakan publik nasional: populisme, otokrasi, dan penyeragaman yang mengabaikan pluralitas. Fenomena ini, menurutnya, melahirkan paradoks kebijakan yang tidak menyelesaikan persoalan, tetapi justru menciptakan masalah baru. “Alih-alih menghadirkan solusi, kebijakan publik justru menjadi bagian dari masalah atau bahkan masalah itu sendiri,” ungkapnya.

Dalam konteks itu, universitas, menurut Prof. Gabriel, memiliki peran sentral dalam menyiapkan warga negara yang sadar demokrasi dan menjadikan kebijakan publik sebagai alat transformasi, bukan sekadar alat teknokratis. “Universitas harus menjadi arena multiversitas. Hal ini mensyaratkan pengakuan dan penghormatan terhadap keberagaman tanpa mengurangi komitmen bersama untuk tetap hidup berdampingan,” ucapnya.

Sebagai penutup acara, Ketua Dewan Guru Besar UGM, Prof. Dr. M. Baiquni, M.A., menyampaikan sambutan penghargaan dan doa. Ia mengutip pesan dari tanah kelahiran Prof. Gabriel di Ngada, Nusa Tenggara Timur:

“Sandaranmu kokoh, pijakanmu kuat, untuk terus belajar tiada henti. Karena Tuhan senantiasa merestui usahamu dan leluhur menjagamu. Melangkah selalu pada Jalan kebenaran untuk mengabdi.”

Dengan pengukuhan ini, Prof. Gabriel menjadi salah satu dari 531 Guru Besar aktif di UGM, dan memperkuat barisan 23 Guru Besar aktif FISIPOL dari total 39 yang pernah dimiliki. Capaian akademik ini tidak hanya mempertegas peran UGM dalam tata kelola kebijakan publik, tetapi juga menjadi kontribusi penting bagi demokrasi dan kehidupan berbangsa yang inklusif.

Baca pidato selengkapnya melalui tautan berikut.

Saksikan prosesi lengkap pengukuhan Prof. Gabriel Lele melalui video di tautan berikut.

Penulis: Fahri
Foto: Fahri, Fauzi

advanced divider