Bedah Kesenjangan Digital dan Inklusi Sosial, Mahasiswa UNBITA Gorontalo Kunjungi DMKP

advanced divider

Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik (DMKP) FISIPOL UGM menerima kunjungan studi dari Fakultas Administrasi dan Ilmu Sosial Universitas Bina Taruna (UNBITA) Gorontalo pada Selasa, 9 Juli 2025. Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya kolaborasi antar perguruan tinggi untuk memperluas wawasan keilmuan, terutama terkait kebijakan dan tata kelola transformasi digital inklusif di Indonesia.

Dalam kunjungan tersebut, mahasiswa UNBITA mendapatkan pemaparan materi kuliah pakar yang disampaikan oleh dosen DMKP UGM, Alvi Syahrina, S.T., M.Sc., yang membahas tema “Kebijakan dan Tata Kelola Transformasi Digital Inklusif di Indonesia.” Materi ini membedah bagaimana transformasi digital tidak hanya sekadar adopsi teknologi, tetapi juga menyentuh aspek keadilan sosial, literasi digital, hingga potensi diskriminasi berbasis digital.

“Digitalisasi memang menawarkan kemudahan, tetapi juga bisa secara tidak langsung ‘menyingkirkan’ mereka yang tidak memiliki akses perangkat, rekening bank, atau bahkan sinyal internet yang memadai,” jelas Alvi dalam pemaparannya.

Dalam paparannya, Alvi menegaskan bahwa kesenjangan digital di Indonesia bukanlah hal yang sederhana. Menurutnya, akses digital bukan sekadar soal infrastruktur, namun mencakup motivasi individu, kepemilikan perangkat, keterampilan digital, hingga kemampuan untuk menyaring informasi secara kritis.

“Literasi digital itu tidak tunggal. Ada literasi untuk mengoperasikan perangkat, menyaring informasi, hingga keterampilan strategis dalam menggunakan teknologi untuk keuntungan pribadi maupun sosial,” ungkapnya.

Alvi juga menyoroti tentang digital divide yang menyebabkan munculnya kesenjangan sosial baru di era digital. “Saat ini kita tanpa sadar menciptakan kelompok ‘information rich’ yang memiliki akses informasi berlimpah, dan kelompok lain yang tertinggal secara digital,” tambahnya.

Dalam konteks kebijakan publik, Alvi memaparkan bagaimana transformasi digital harus dilihat sebagai proses bertahap, mulai dari digitalisasi data, digitalisasi proses layanan, integrasi antar sistem, hingga otomatisasi proses dan pengambilan keputusan. Namun, ia juga mengingatkan bahwa setiap tahap memiliki kerentanannya masing-masing.

“Bahkan dalam tahap digitalisasi awal, potensi kerentanannya sudah muncul, mulai dari kesalahan data, bias administratif, hingga kesenjangan akibat kecepatan akses internet yang tidak merata,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya strategi holistik untuk mendorong transformasi digital yang inklusif di Indonesia, dengan memastikan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan, peningkatan infrastruktur, penyusunan regulasi yang kuat, hingga desain layanan digital yang ramah bagi kelompok rentan.

Di akhir sesi, diskusi berjalan interaktif dengan berbagai pertanyaan dari mahasiswa UNBITA, mulai dari strategi penerapan kebijakan digital yang inklusif di kampus, tantangan digitalisasi bagi UMKM, hingga perancangan layanan digital yang ramah bagi penyandang disabilitas.

Penulis: Fahri
Foto: Fauzi

advanced divider