Living Labs Sebagai Metode Pembelajaran Transformatif

advanced divider

Kuliah umum hasil kerja sama DMKP UGM dan Yonsei University Korea Selatan menghadirkan wacana komparatif kebijakan pembangunan Indonesia-Korea Selatan melalui pendekatan living labs dan partisipasi sipil.

Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik (DMKP) Universitas Gadjah Mada kembali menunjukkan komitmennya terhadap penguatan perspektif global dalam pendidikan kebijakan publik melalui penyelenggaraan studium generale bertajuk “Development Policy for Prosperity: Case of Indonesia and South Korea” pada Selasa, 27 Mei 2025. Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian Joint Lecture yang bekerja sama dengan Institute for Poverty Alleviation and International Development (IPAID), Yonsei University, Korea Selatan.

Dalam acara yang berlangsung di FISIPOL UGM ini, para narasumber dari dua negara Indonesia dan Korea Selatan membahas berbagai tantangan pembangunan lintas negara serta peluang kerja sama dalam merumuskan kebijakan publik yang inklusif dan berkelanjutan.

Salah satu konsep utama yang menjadi sorotan adalah living labs. Menurut Prof. Sang Sup Ha, living labs merupakan ekosistem inovasi terbuka dalam lingkungan nyata yang menempatkan pengguna akhir atau warga sebagai pusat dari proses inovasi. Pendekatan ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan pemerintah, akademisi, pelaku industri, hingga masyarakat sipil untuk bersama-sama merancang, menguji, dan mengevaluasi solusi terhadap persoalan sosial yang kompleks secara kolaboratif.

Dalam presentasinya, Prof. Sang Sup Ha mengangkat studi kasus tentang persoalan pemukiman para pembelot Korea Utara di Korea Selatan. Berdasarkan temuan kelas North Korean Studies yang ia ajar, pendekatan living labs digunakan untuk menggali solusi atas masalah integrasi sosial dan kesejahteraan para pembelot. Mahasiswa dikelompokkan dan diberi tugas untuk mengidentifikasi permasalahan konkret, merumuskan penyebab, dan mendesain eksperimen sebagai solusi.

Hasil-hasil yang dihasilkan cukup beragam dan aplikatif. Salah satu kelompok merancang liga futsal sebagai media sosial bagi pria pembelot usia 40–50 tahun yang mengalami keterasingan sosial. Kelompok lain mengembangkan ide permainan edukatif berbasis wilayah Korea Utara yang tidak hanya membuka peluang kerja bagi para pembelot, tetapi juga memanfaatkan pengetahuan lokal mereka. Solusi lain mencakup pelatihan perawat di pusat komunitas Hana Center, platform pembelajaran berbasis aplikasi untuk anak-anak pembelot, hingga program mentor-mentee berbasis kecerdasan buatan untuk membantu penanganan masalah kesehatan mental.

Melalui kegiatan ini, mahasiswa bukan hanya memahami bahwa pembelot Korea Utara adalah penerima bantuan, melainkan juga potensi kontributor dalam pembangunan sosial Korea Selatan. Temuan dari sesi ini menunjukkan bahwa keterlibatan mahasiswa dalam living labs dapat mengubah persepsi mereka terhadap kelompok marjinal dan mendorong kesadaran kritis atas kompleksitas kebijakan integrasi sosial.

Adapun Dr. Dede Puji Setiono selaku dosen DMKP menyampaikan bahwa proses pembelajaran kewargaan (civic learning) merupakan fondasi penting dalam pembangunan. Ia menjelaskan bahwa pelibatan generasi muda dalam proses deliberatif dapat memperkaya hasil kebijakan pembangunan, khususnya dengan menghadirkan kebutuhan-kebutuhan yang selama ini terabaikan. Selain itu, ia menegaskan bahwa perguruan tinggi memiliki peran ganda: tidak hanya sebagai penghasil pengetahuan, tetapi juga sebagai inkubator kewargaan.

Kegiatan ini sekaligus menjadi penutup dari dua hari rangkaian Joint Lecture antara DMKP UGM dan Yonsei University. Sebelumnya, telah dilaksanakan sesi presentasi mahasiswa yang mengangkat hasil kerja lapangan berbasis living labs pada hari pertama. Seluruh kegiatan ini dirancang untuk mendorong pertukaran pengetahuan lintas budaya, memperkuat jejaring akademik internasional, serta mendukung internasionalisasi kurikulum kebijakan publik di UGM.

Penulis: Fahri
Foto: Fahri, Fauzi

advanced divider