Hambatan UMKM “Go-Online”, Oleh: Bagus Nuari Harmawan

advanced divider

Oleh: Bagus Nuari Harmawan, Mahasiswa Program Pascasarjana DMKP, Angkatan 2017

Diterbitkan pada Kolom Detik.com, Kamis 25 Oktober 2018, 16:25 WIB

 

Pemerintah sedang bergairah untuk mendorong UMKM Indonesia agar bisa menembus pemasaran digital atau e-commerce. Gairah pertumbuhan UMKM go-digital bisa kita lihat dari optimisme pemerintah yang menargetkan 8 juta UMKM bisa memasarkan produknya melalui jejaring internet pada 2019. Target ini dirasa cukup potensial untuk diraih karena hingga akhir September 2018 tercatat sekitar 7,2 juta UMKM sudah memasuki pasar digital.

Selain itu, hingga 2017 potensi UMKM terhadap perputaran roda perekonomian memiliki persentase cukup besar karena menyumbang sekitar 60,34% pada PDB. Jika pemerintah berhasil memasarkan produk-produk UMKM yang berkualitas melalui pasar digital, bukan tidak mungkin sumbangsih sektor ini terhadap PDB akan mengalami kenaikan yang cukup signifikan.

Selain itu dalam wilayah implementatif, pemerintah juga mendorong UMKM untuk memperluas jejaring pemasarannya agar bisa menjangkau internasional yakni dengan menerapkan program e-smart. Program ini dicetuskan oleh Kementerian Perindustrian dan Perdagangan dengan memanfaatkan kerja sama dengan para marketplace sehingga pelaku UMKM bisa memasuki pasar online secara lebih mudah.

Untuk mensukseskan program tersebut pemerintah menggandeng beberapa aplikasi terkenal yang sukses menawarkan jasa marketplace seperti Blanja, Bukalapak, Tokopedia, Zalora, Blibli, Elevania, MatahariMall, Bilna, hingga OLX. Selain itu, pemerintah juga melakukan kolaborasi dengan menggandeng beberapa mitra perbankan, start up, dan sesama kementerian seperti Bank Indonesia, BNI, Google, idEA, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mendorong suksesnya program itu.

Potret Hambatan

Meskipun memiliki prospek yang cukup bagus dan potensi sumbangsih yang besar, proses digitalisasi UMKM di Indonesia masih menghadapi berbagai masalah di tingkat akar rumput. Evolusi UMKM Indonesia menuju pemasaran digital hingga hari ini masih menghadapi berbagai macam permasalahan. Riset yang dilakukan Delloite Access Economics menyebutkan bahwa 36% UMKM di Indonesia masih berkutat dengan pemasaran konvensional. Sedangkan, 37% UMKM hanya memiliki kapasitas pemasaran online yang bersifat mendasar seperti akses komputer dan broadband. Sisanya, sebesar 18% UMKM memiliki kapasitas online menengah karena dapat menggunakan website dan medsos. Hanya 9% saja yang memiliki kapasitas pemasaran digital yang bisa dikategorikan canggih.

Kondisi keterbatasan UMKM Indonesia memasuki pasar digital juga diperkuat oleh kajian (Rahayu dan Day, 2017: 147) yang menyebutkan bahwa karakteristik UMKM di Indonesia masih sangat sedikit untuk mengembangkan pemasaran digital yang bersifat berjejaring dan menggunakan teknologi yang canggih. Hal ini bisa dilihat dari UMKM yang masih menggunakan situs statis sebesar 32,5%, situs interaktif sebesar 25%, dan belum terlibat secara digital memiliki persentase sebesar 7,2% UMKM.

Masalah lain yang dihadapi oleh UMKM di Indonesia dalam menghadapi pemasaran digital yaitu minimnya dukungan dari pemerintah dan atmosfer kompetitif dari para pesaing masih belum mampu untuk mendorong kesiapan penggunaan teknologi informasi bagi para UMKM (Nugroho, 2015:108). Padahal, dalam peta persaingan UMKM di lingkup pasar digital atau yang biasa disebut sebagai e-commerce, kesiapan teknologi menjadi unsur utama yang mendorong UMKM dalam mengadopsi sistem tersebut (Rahayu dan Day, 2015:146).

Problem yang dihadapi UMKM menuju pasar digital juga bisa kita lihat dari pencapaian yang terlihat dari implementasi program e-smart yang dicanangkan oleh Kemenperin. Hingga pertengahan 2018, total perputaran UMKM melalui program e-smart hanya sebesar Rp 600 juta. Beberapa produk yang berhasil terjual melalui pasar online seperti UMKM yang bergerak di sektor makanan sebesar 38% dan yang bergerak di industri logam menyumbang persentase 20%. Tetapi, perputaran transaksi UMKM online ini masih dikatakan sangat minimum dan perlu banyak evaluasi. Dari 1700 UMKM yang memasarkan produknya dalam pemasaran online, hanya 68 UMKM yang produknya berhasil dipasarkan. Kendala terbesar yang dihadapi UMKM adalah kurangnya kualitas produk yang dipasarkan sehingga tidak laku di pasaran.

Skema Terbaik

Dari berbagai permasalahan yang dihadapi UMKM di atas, pemerintah baik kementerian teknis seperti Kemenperin dan Kominfo maupun pemerintah daerah harus mulai memformulasikan skema terbaik untuk mengeliminasi hambatan UMKM dalam memasuki jejaring pemasaran digital. Meskipun tidak menutup kemungkinan persaingan antar UMKM berlangsung sengit, dengan dukungan pemerintah dan inovasi yang dilakukan secara mandiri, usaha kecil dan menengah tersebut akan mampu bersaing dalam pasar digital (Savrul et.al, 2014:44). Salah satu keuntungan yang didapat saat UMKM terjun di pasar e-commerce adalah citra perusahaan yang meningkat dan dapat memunculkan jejaring pemasaran dengan lebih cepat (Jahanshahi, et.al, 2013:854).

Untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan, pemerintah perlu merumuskan beberapa langkah yang efektif untuk mendorong UMKM di Indonesia memasarkan produknya secara online. Langkah pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah pemanfaatan secara maksimal broadbandyang sudah terpasang di 400 kabupaten dan 114 daerah. Pemanfaatan infrastrukutr teknologi ini juga harus dibarengi dengan upaya untuk meningkatkan kapasitas UMKM di daerah-daerah melalui kolaborasi yang terbangun antara kementerian teknis di pusat dengan dinas di daerah serta pemerintahan kabupaten atau kota. Beberapa dimensi yang sering menjadi konten dalam penguatan organisasi UMKM antara lain penguatan manajemen dan perencanaan finansial, pemasaran, pembangunan produk, produksi, penguatan pengetahuan bagi pengusaha, hingga penguatan menajemen berbasis teknologi (Garengo dan Berardi, 2007:523).

Langkah selanjutnya yang dapat diambil oleh pemerintah adalah dengan memperluas akses keuangan bagi UMKM sebagai modal untuk peningkatan kapasitas. Mengamini solusi yang ditawarkan oleh Delloite Access Economics, pemerintah perlu meningkatkan kemudahan akses pinjaman dengan bunga rendah kepada para UMKM. Pemberian akses kredit yang mudah juga harus dibarengi dengan penetapan pajak yang murah bagi UMKM yang memasarkan produknya secara digital. Pemerintah selayaknya menyamakan pajak penghasilan UMKM online dengan yang berbasis konvensional sebesar 0,5%. Jika skema ini bisa berjalan secara maksimal, UMKM go-digital dapat memberikan sumbangsih bagi perekonomian yang cukup signifikan.

advanced divider